Pages

Senin, 13 Desember 2010

Menguak Agenda Kunjugan Obama

Jakarta - Jika tak ada aral melintang, Obama akan datang berkunjung ke Indonesia bulan November ini. Terlalu naïf rasanya jika kunjungan resmi seorang kepala negara adidaya hanya dilihat sebagai 'gesture' diplomatik tanpa muatan kepentingan. Sebab, sejatinya kunjungan kenegaraan adalah pintu utama pertukaran kepentingan. Bila Indonesia gagal memahami misi besar dalam kunjungan Obama, bukan tidak mungkin kita hanya menjadi pihak yang dimanfaatkan 'zonder' keuntungan yang signifikan.

Meredam Kekecewaan Dunia Islam

Agenda pertama kunjungan perdana Obama ke Indonesia, berhubungan langsung dengan kenyataan demografis negara kita. Indonesia merupakan rumah bagi komunitas muslim terbesar di dunia. Fakta demografis ini menjadi penting mengingat citra Amerika yang luluh lantak di dunia Islam hingga kini belum pulih seutuhnya.

Ambruknya citra Amerika di mata dunia Islam lebih disebabkan oleh kebijakan sembrono mantan presiden George Bush. Bush Junior dengan ringannya menginvasi Irak, dan Afghanistan serta mengajak Iran untuk 'berduel'. Sehingga, lumrah saja bila mayoritas penduduk negara-negara Islam mempersepsikan bahwa Amerika sedang berperang dengan Islam. Barack Hussein Obama yang terpilih 2008 lalu, tampil dengan membawa janji untuk merubah tingkah laku unilateral Amerika di dunia internasional.

Dalam safari pidato di Turki dan Mesir 2009 lalu, dengan berapi-api Obama berjanji untuk segera menyelesaikan masalah yang ditimbulkan Amerika di Irak, Afghanistan dan Palestina. Namun setelah hampir dua tahun, kabar baik sepertinya tak kunjung datang. Benar  bahwa hak-hak politik rakyat Irak telah dipulihkan dengan pendudukan Amerika. Namun, demokrasi yang dinikmati oleh rakyat Irak menjadi tidak berarti dibanding jatuhnya korban sipil tiap hari tanpa henti. Benar pula, bahwa Obama telah menginstruksikan penarikan pasukan di Irak hingga di angka 50 ribu sampai Desember 2011 nanti. Namun, faktanya penarikan pasukan di Irak terlihat seperti re-posturisasi kekuatan Amerika di kawasan tersebut. Sebab pada saat yang bersamaan, justru Amerika memerintahkan 30 ribu pasukan tambahan di Afghanistan (Lihat BBC News.com 3 Agustus 2010).

Fakta  tersebut diperparah oleh munculnya situs WIKILEAKS yang  mempublikasikan dokumen rahasia terkait sepak terjang pasukan Amerika di Irak dan Afghanistan. Dari kurang lebih 400 ribu dokumen, tidak sedikit di antaranya yang membuka aib prilaku brutal pasukan Amerika di wilayah konflik, mulai dari penyiksaan, pembunuhan masyrakat sipil hingga penistaan terhadap pasukan musuh yang sudah menyerah. Akibatnya, ekspektasi positif dunia Islam yang tadinya sudah direngkuh Obama, lambat laun buyar kembali.

Dalam konteks inilah, kunjungan Obama ke Indonesia merupakan bagian dari langkah konsisten Kampanye Pencitraan Internasional. Hal ini dibuktikan dengan adanya  permintaan Obama untuk berkunjung ke Istiqlal dan berpidato secara terbuka. Tayangan Obama yang tengah berpidato dan disambut hangat oleh muslim Indonesia tentu diniatkan untuk menimbulkan efek simpati global bagi Amerika Serikat.

Meredam China


Namun, upaya penguatan citra positif di  dunia Islam, bukanlah satu-satunya target utama Amerika. Meredam kekecewaan dunia Islam hanyalah bagian strategi Amerika yang sedang bersiap-siap menghadapi kekuatan yang selama ini kerap dilalaikan, China. Langkah ini mutlak diperlukan, sebab negara sebesar Amerika Serikat sekalipun tetap akan kewalahan bila harus menghadapi persaingan di dua front sekaligus. Dunia Islam dan China. Diharapkan, citra positif yang akan dipancarkan melalui Indonesia, sedikit banyak akan mampu mengisolasi kemelut yang sedang dihadapi Amerika di Dunia Islam. Sehingga, sumber daya Amerika yang tengah terkuras, dapat dialihkan untuk menghadapi China,

Amerika memang memiliki alasan yang logis untuk nervous terhadap China. Semenjak reformasi ekonomi yang diluncurkan Deng Xiaoping awal tahun 80-an, PDB China tumbuh pesat dalam kisaran rata-rata 8,5% pertahun (lihat China Task Force report, Council on Foreign Relations, www.cfr.org). Setelah berhasil menggeser Jerman pada tahun 2007 (Lihat The Wall Street Journal, 21 Januari 2010) dan Jepang pada 2010 (lihat www.Bloomberg.com 16 agustus 2010), China kini menjadi Negara dengan nilai ekonomi terbesar kedua dunia, dan hanya setingkat di bawah Amerika Serikat. Jika tren pertumbuhan ekonomi China berlanjut terus, Goldman Sachs memprediksi pada rentang 2025 hingga 2040, besaran ekonomi China akan sama dengan Amerika Serikat. Dan pada 2050, China dapat menggeser posisi Amerika menjadi kekuatan ekonomi terbesar di dunia.

Apakah konsekuensinya? Selain mengangkat 400 juta rakyat China (lihat Task Force report) dari garis kemiskinan, pertumbuhan ekonomi yang dashyat mendorong China untuk memperkuat dua variabel  strategis. Kekutan militer dan pengaruh kawasan. Bermodalkan kekuatan ekonomi, prosentase anggaran militer China mengalami peningkatan dua digit setiap tahunnya, Kini China bukan hanya mampu memodernisasi persenjataan, namun juga membangun armada laut yang kuat dan memiliki kapabilitas ofensif.

Konsekuensi kedua ialah perluasan pengaruh kawasan. Dalam kalkulasi Geopolitik, di arah timur dan Pasifik, China terhadang oleh Taiwan, Jepang dan Korea Selatan yang notabene sekutu erat Amerika Serikat. Di bagian utara, China masih bermasalah dengan Rusia. Di arah barat, pasukan Amerika jelas hadir di Irak dan Afghanistan. Hubungan dengan India juga tidak bisa dikatakan harmonis. Sehingga perluasan pengaruh yang paling dimungkinkan adalah melalui arah selatan.

Di sinilah Indonesia\memainkan peranan penting. Sebagai negara terbesar di kawasan Asia Tenggara, China jelas akan meningkatkan pengaruhnya di Indonesia, baik melalui perdagangan, investasi maupun bantuan secara langsung. Pentingnya posisi Indonesia pernah diungkapkan oleh Brezinzki, mantan anggota Dewan Keamanan Nasional Amerika. Ia mengatakan, "US must construct a coalition around China, which is an increasingly powerful land independent player, and that the coalition must include Indonesia as they could become an important obstacle to Chinese south ward aspiration". Singkatnya, Indonesia akan menjadi medan baru perebutan pengaruh antara Amerika dan China. Dan Obama akan berupaya dengan segala cara untuk memastikan Indonesia tetap dalam lingkar pengaruh Amerika Serikat dan tidak berpaling ke China.

Mengingat nilai strategis Indonesia bagi keberhasilan dua agenda penting Obama, bukan saatnya Indonesia menundukkan kepala dan malu-malu berhadapan dengan negara adidaya tersebut. Indonesia harus agresif mendesakkan agenda yang dipandang merupakan bagian dari kepentingan nasional. Dan bila kepentingan nasional kita tidak diakomodasi Amerika, bukan langkah yang salah bila sejenak Indonesia mengalihkan pandangan ke China.

*) Rico Marbun MSc adalah peneliti The Future Institute, staf Pengajar Hub Internasional Univ Paramadina dan PTIK. Alamat email: ricoui@yahoo.com

•detik

0 komentar:

Posting Komentar